Beberapa waktu yang lalu terjadi polemik yang cukup ramai
tentang masalah impor beras. Di satu pihak dikemukakan bahwa impor beras harus
dilakukan sebagai upaya pengamanan pangan dan di pihak lain impor beras
tersebut ditakutkan akan menghancurkan keberadaan para petani beras nasional.
Pada akhirnya impor beras swasta tetap boleh dilaksanakan dengan pengenaan
biaya masuk yang cukup tinggi. Tindakan mengimpor, dan juga mengekspor, dalam
kamus ekonomi makro sebenarnya adalah hal yang biasa. Jika kebutuhan konsumsi
belum dapat dipenuhi dari hasil produksi dalam negeri, artinya terjadi axcess
demand, maka car pemenuhannya adalah dengan melakukan impor. Dan sebaliknya
jika produksi melebihi konsumsi, yakni terjadi excess suplly, kegiatan impor ekspor beras bahkan
harus terjadi jika masing-masing negara telah melakukan produksi nasionalnya
sesuai dengan kondisi comparative advantages masing-masing.
Adanya kebijakan pemerintah mengimpor beras dengan
sendirinya memojokan petani di wilayah yang. Para petani merasa bahwa
pemerintah tidak berpihak pada kepentingan petani kecil. Sebab dengan impor
beras itu menyebabkan harga dasar gabah tetap rendah. Padahal petani yang
merupakan mayoritas penduduk Indonesia selain telah banyka berjasa bagi negara
juga selalu menjadi pangkal dan tujuan produksi pangan.
Bisnis.com, DENPASAR - Pengamat pertanian Gede Sedana
menilai kebijakan pemerintah yang masih mempertahankan impor beras sangat
merugikan petani dan memberikan dampak negatif terhadap perekonomian nasional.
"Pemerintah pada sisi lain belum mampu membuat
kebijakan yang baik dalam mendukung keberlangsungan hidup petani," kata Dr
Gede Sedana yang juga Dekan Fakultas Pertanian Universitas Dwijendra Denpasar,
Minggu (17/5/2015).
Menurutnya, impor beras secara tidak langsung menyudutkan
posisi petani di tengah gencarnya program pemerintah untuk mampu meraih kembali
swasembada pangan yang pernah disandang Indonesia pada 1984.
"Impor beras membawa konsekwensi terhadap turunnya
harga gabah di tingkat petani, disinsentif bagi petani untuk meningkatkan
produktivitas padi, mengurangi cadangan devisa dan ketergantungan terhadap
pangan luar negeri," ucapnya.
Gede Sedana menyarankan pemerintah untuk menghindari impor
beras secara berkelanjutan dengan meningkatkan produktivitas dan produksi padi
secara nasional.
Upaya tersebut dapat ditempuh dengan melakukan promosi
pengembangan sistem dan usaha agribisnis berbasis usahatani padi.
Berbagai program promosi dapat dilakukan secara
berkelanjutan menyangkut pengembangan infrastruktur mendukung usahatani padi
dan meningkatkan akses petani terhadap sarana produksi dan sumber permodalan.
Selain itu meningkatkan mutu intensifikasi uasahatani padi
dengan menggunakan teknologi maju, menerapkan ekstensifikasi lahan pertanian
terutama di luar Jawa serta meningkatkan akses petani terhadap sarana pengolahan
pasca-panen dan pemasaran.
Untuk itu diperlukan adanya kebijakan yang implementasinya
khususnya mengenai pembelian gabah oleh pemerintah apakah melalui Bulog atau
Perusahaan Umum Daerah dengan harga yang sangat layak bagi petani.
Upaya itu untuk menggairahkan petani berusahatani secara
intensif dan mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan para petani.
"Pada sisi lain pemerintah wajib menjaga harga beras sehingga tidak
merugikan konsumen termasuk petani itu sendiri," ujar Gede Sedana.
Walaupun di negeri ini sudah ada petani yang sangat maju,
namun tidak ada kaum tani yang tidak terkena dampak industri dan komunikasi
modern. Kaum tani sederhana dekat dengan tanah dan dengan alam. Mereka hidup
berdekatan dan saling memberi perhatian satu sama lain. Dengan kata lain,
mereka mengalami harmoni kosmis maupun harmoni sosial. Namun situasi baru lebih
dialami sebagai disharmoni baik kosmis maupun sosial.
Kaum tani tidak selalu dalam situasi bebas untuk mengolah,
memelihara dan mengembangkan tanah pertaniannya, entah karena peraturan daerah,
atau karena pencemaran industri. Penghisapan kaum tengkulak membuat kaum tani
tidak menikmati hasil keringatnya secara wajar.
Sejak digalakkan ekspor nonmigas, perebutan tanah semakin
menjadi-jadi, yang tidak jarang disertai teror dan manipulasi sebagaimana yang
dikeluhkan para petani kecil. Jadi, bukan hanya hasil keringat yang tidak bisa
dinikmati, melainkan modal tanah yang digerogoti. Berhadapan dengan penguasa
dan pengusaha, kaum tani kecil tidak dapat polah.
Dalam proses pengambilan keputusan maupun proses produksi
dan jual beli dalam kehidupan politis dan ekonomis, kaum tani kecil tidak
menjadi subyek melainkan sebagai obyek. Kepentingan mereka kurang atau tidak
diperhitungkan. Mereka semakin dicabut dari situasi harmoni dan semakin
memasuki disharmoni, baik kosmis maupun sosial.
Meskipun para petani selalu mengalami panen, namun tidak
diikuti dengan meningkatnya kesejahteraan ekonomi petani dan rakyat di pedesaan
pada umumnya. Harga gabah yang diterima para petani, walaupun selalu diperbaiki
oleh pemerintah, masih selalu rendah dibandingkan dengan harga yang diterima
oleh produsen di sektor industri. Rendahnya harga pokok pertanian, khususnya
gabah, menyebabkan kesejahteraan petani belum meningkat. Tetapi, tidak berarti
petani miskin, hanya memang peningkatan itu relatif kecil bila dibanding
industri.
Perbedaan kesejahteraan antara petani dan para produsen di
sektor industri sedemikian besarnya sehingga terjadi ketidakadilan. Hal ini
dapat dilihat dalam kenyataan sehari-hari bahwa para petani harus selalu hidup
dengan pas-pasan sementara produsen barang industri hidup serba mewah.
Para petani Indonesia berabad-abad lamanya telah mampu
mencukupi kebutuhan pangan keluarga mereka karena mereka mampu menciptakan
teknologi sendiri dan mau bekerja keras. Jika diamati di semua wilayah memang
tidak ada petani Indonesia yang malas, sebab malas akan membawa mati menghadapi
segala rintangan alam yang mereka hadapi.
Rendahnya kesejahteraan petani bukan karena sikap mental
para petani. Sektor pertanian, khususnya pertanian pangan adalah sektor ekonomi
yang diatur pemerintah. Campur tangan pemerintah ini pada hakikatnya merubah
petani dari produsen menjadi pekerja dalam proses produksi pangan. Seperti
halnya seorang buruh, mereka tidak bebas menentukan apa yang mereka ingin
lakukan.
Seperti halnya buruh, petani padi pada akhir panen menerima
upah berupa harga dasar gabah yang ditentukan oleh pemerintah tanpa konsultasi
dengan petani. Yang menarik di sini adalah bahwa jarang petani mampu menjual
padi mereka berdasarkan harga dasar yang ditentukan pemerintah.
Bertolak dari posisi petani tersebut, maka pemerintah perlu
lebih memperhatikan nasib mereka itu. Dituntut konsistensi pemerintah terhadap
kebijakan pembangunan sektor pertanian yang mengarah ke stabilitas ketahanan
pangan dengan memperhatikan nasib petani. Ketahanan pangan ini sudah menjadi
prioritas kebijakan nasional, namun nasib petani belum mendapat prioritas.
SURABAYA, KOMPAS.com — Presiden Joko Widodo mengatakan sudah
memperkirakan, kenaikan harga beras beberapa waktu lalu akibat permainan
spekulan di pasar beras.
"Desember ke Januari ada usul ke saya, posisi stok
beras bahaya, kita harus impor. Sebentar saya cek dulu, lalu saya putuskan, ini
masih berani sampai panen raya. Yang terjadi, spekulasi. Harga beras jadi naik.
Ini risiko yang harus diambil, saya jadi tidak populer," kata Jokowi di
Masjid Nasional Al-Akbar Kota Surabaya, Jumat (17/4/2015) malam.
Di hadapan sekitar 2.000 anggota Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII) yang sedang merayakan Hari Lahir Ke-55 dan Muktamar
Pergerakan, Jokowi mengatakan bahwa sudah bertahun-tahun Indonesia menjadi
pengimpor 3,5 juta ton beras per tahun. Oleh karena itu, pada akhir tahun lalu,
ia mengambil risiko untuk menghentikan impor, meski paham terhadap dampak
kenaikan harga yang pasti akan terjadi.
"Kalau impor, petani kita jadi malas berproduksi. Ini
saya sering sulit jelaskan, tetapi harus saya jelaskan secara gamblang. Kalau
tidak impor, harga naik. Kalau impor, petani jadi tidak rajin berproduksi,"
kata dia.
Walau Presiden Joko Widodo mengatakan demikian namun data statistic
impor beras sangan besar
Jakarta -Data Badan Pusat
Statistik (BPS) menyebutkan Indonesia masih mengimpor beras sebanyak 7.912 ton
senilai US$ 3,1 juta pada Februari 2015. Turun dibandingkan sebulan sebelumnya
yaitu 16.600 ton atau US$ 8,3 juta.
Suryamin, Kepala BPS, menyebutkan, beras yang diimpor bukanlah yang biasa dikonsumsi sehari-hari oleh masyarakat. Beras tersebut adalah beras khusus yang memang belum bisa diproduksi di dalam negeri.
"Beras yang diimpor itu memiliki kriteria khusus. Ada jenis-jenisnya dan hampir semua itu tidak bisa diperoleh di dalam negeri," kata Suryamin dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu (15/4/2015).
Pertama, lanjut Suryamin, adalah beras yang dijadikan bibit. "Jadi jenis tertentu yang digunakan untuk bibit," ujarnya.
Kedua, tambah Suryamin, adalah untuk kebutuhan restoran makanan non Indonesia. "Misalnya untuk beras di restoran Jepang, India, Vietnam. Itu nggak bisa menggunakan beras lokal," tutur Suryamin.
Ketiga, menurut Suryamin, adalah beras untuk bahan tepung khusus. "Itu kan harus beras dengan patahan cukup tinggi," ucapnya.
Keempat, demikian Suryamin, adalah beras untuk penyandang penyakit tertentu. Misalnya beras untuk penderita diabetes.
Berikut negara pemasok beras ke Indonesia pada Februari 2015:
Suryamin, Kepala BPS, menyebutkan, beras yang diimpor bukanlah yang biasa dikonsumsi sehari-hari oleh masyarakat. Beras tersebut adalah beras khusus yang memang belum bisa diproduksi di dalam negeri.
"Beras yang diimpor itu memiliki kriteria khusus. Ada jenis-jenisnya dan hampir semua itu tidak bisa diperoleh di dalam negeri," kata Suryamin dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu (15/4/2015).
Pertama, lanjut Suryamin, adalah beras yang dijadikan bibit. "Jadi jenis tertentu yang digunakan untuk bibit," ujarnya.
Kedua, tambah Suryamin, adalah untuk kebutuhan restoran makanan non Indonesia. "Misalnya untuk beras di restoran Jepang, India, Vietnam. Itu nggak bisa menggunakan beras lokal," tutur Suryamin.
Ketiga, menurut Suryamin, adalah beras untuk bahan tepung khusus. "Itu kan harus beras dengan patahan cukup tinggi," ucapnya.
Keempat, demikian Suryamin, adalah beras untuk penyandang penyakit tertentu. Misalnya beras untuk penderita diabetes.
Berikut negara pemasok beras ke Indonesia pada Februari 2015:
- Thailand 1.030 ton atau US$
615.000.
- Vietnam 550 ton atau US$
219.000.
- Pakistan 6.000 ton atau US$ 2,1
juta.
- China 32 ton atau US$ 121.000.
- Malaysia 300 ton atau US$
28.000.
Impor Beras Menurut Negara Asal Utama, 2000-2013 | ||||||||||||||
Negara Asal | 2008 | 2009 | 2010 | 2011 | 2012 | 2013 | ||||||||
Berat Bersih: ton | ||||||||||||||
Vietnam | 125 070.50 | 20 970.50 | 467 369.60 | 1 778 480.60 | 1 084 782.80 | 171 286.60 | ||||||||
Thailand | 157 007.30 | 221 372.60 | 209 127.80 | 938 695.70 | 315 352.70 | 94 633.90 | ||||||||
Cina | 3 341.70 | 5 167.60 | 3 637.40 | 4 674.80 | 3 099.30 | 639.80 | ||||||||
India | 289.50 | 473.10 | 601.30 | 4 064.60 | 259 022.60 | 107 538.00 | ||||||||
Pakistan | 751.30 | 501.50 | 4 992.10 | 14 342.30 | 133 078.00 | 75 813.00 | ||||||||
Amerika Serikat | 1 411.20 | 1 323.40 | 1 644.10 | 2 074.10 | 2 445.50 | 2 790.40 | ||||||||
Taiwan | 0.00 | 0.00 | 0.00 | 5 000.00 | 0.00 | 1 240.00 | ||||||||
Singapura | 898.20 | 250.00 | 10.80 | 1 506.50 | 22.50 | 0.50 | ||||||||
Myanmar | ||||||||||||||
Lainnya | 919.70 | 414.40 | 198.40 | 1 637.60 | 12 568.90 | 18 722.50 | ||||||||
Jumlah | 289 689.40 | 250 473.10 | 687 581.50 | 2 750 476.20 | 1 810 372.30 | 472 664.70 | ||||||||
Nilai CIF: 000 US$ | ||||||||||||||
Vietnam | 47 392.10 | 7 936.90 | 232 915.70 | 946 490.10 | 564 925.70 | 97 303.30 | ||||||||
Thailand | 64 721.00 | 81 959.80 | 109 133.70 | 533 001.90 | 186 171.40 | 61 787.50 | ||||||||
Cina | 6 642.40 | 13 697.00 | 12 728.50 | 15 467.10 | 11 205.60 | 1 526.50 | ||||||||
India | 337.60 | 791.50 | 1 767.50 | 6 307.90 | 122 189.00 | 44 989.10 | ||||||||
Pakistan | 259.20 | 160.70 | 1 765.80 | 6 053.40 | 52 483.40 | 29 996.90 | ||||||||
Amerika Serikat | 1 796.30 | 2 005.70 | 1 745.50 | 2 489.60 | 2 718.60 | 2 983.60 | ||||||||
Taiwan | 0.00 | 0.00 | 0.00 | 1 050.00 | 0.00 | 465.60 | ||||||||
Singapura | 465.50 | 100.00 | 27.60 | 981.90 | 32.20 | 1.40 | ||||||||
Myanmar | ||||||||||||||
Lainnya | 2 528.70 | 1 501.70 | 700.70 | 1 321.60 | 5 897.30 | 6 948.20 | ||||||||
Jumlah | 124 142.80 | 108 153.30 | 360 785.00 | 1 513 163.50 | 945 623.20 | 246 002.10 | ||||||||
Diolah dari dokumen kepabeanan Ditjen Bea dan Cukai (PEB dan PIB) |
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/04/18/020752626/Jokowi.Rela.Popularitas.Turun.demi.Menekan.Impor.Beras
http://iqlimaandini.blogspot.com/2013/04/pengaruh-impor-beras-terhadap-nasib.html
http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1043
Tidak ada komentar:
Posting Komentar